Jakarta - Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menyatakan pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengenai Al Maidah 51 bukanlah penistaan.
Menurutnya penistaan tidak tergambar dalam kalimat Ahok. Kalimat Ahok menyatakan surat Al Maidah digunakan orang lain untuk mempengaruhi pilihan politik.
"Saya juga menyimak betul apa yang disampaikan bapak gubernur. Saya memahami bahwa konteksnya tidak dalam arti menghina ayat ya," jelas Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar kepada KBR, Selasa (01/11/16).
"Tetapi bagaimana pun juga statement misalnya 'dibohongi oleh surat Al-Maidah' macam-macam - redaksinya persis seperti itu - memang bisa menyakiti telinga orang lain, terutama yang beragama Islam," tambahnya.
Nasaruddin menyerukan kepada umat muslim agar lebih arif menghadapi situasi ini. Kata dia, seharusnya umat muslim tidak terpancing emosinya. Sebab, dalam kasus ini contohnya Ahok, bukanlah orang yang mendalami ayat-ayat Al Quran.
"Dan untuk umat Islam juga ada kehati-hatian juga dalam merespon," katanya.
Selain itu, dia juga mengimbau seluruh politisi untuk tidak menggunakan ayat-ayat kitab suci dalam kegiatan politik. Sebab, hal itu bisa berakibat pada kemarahan.
"Janganlah sering dibawa ke politik," tandasnya lagi.
Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) akan mendatangkan ahli bahasa, agama dan pidana untuk menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur Ahok. Kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Agus Andrianto seusai pemeriksaan Ahok di Bareskrim, Jakarta Pusat, Senin, 24 Oktober lalu, pemeriksaan itu untuk melengkapi keterangan saksi yang sudah diperiksa sebelumnya.
Struktur Kalimat Ahok yang Diperdebatkan
Menurut Peneliti Bahasa, Badan Bahasa Kemendikbud (Ralat: Sebelumnya tertulis Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) Yeyen Maryani, kata dibohongi adalah kalimat yang pasif.
"Jadi dibohongi itu kan kalimat pasif. Sebetulnya ada subjeknya yang dihilangkan. Di dalam konteks sebelumnya itu adalah bapak ibu gitu ya, bapak ibu dibohongin itu sebagai predikatnya pakai surat itu adalah keterangan. Dalam konteks itu berarti yang dimaksudkan dibohongin dengan menggunakan. Jadi itu ayat itu dipakai sebagai alat membohongi bapak ibu yang di dalam konteks sebelumnya itu, gitu," papar Yeyen kepada KBR, Selasa (1/11/2016).
Yeyen menjelaskan dari sisi bahasa harus melihat konteksnya mengacu kemana.
"Jadi dibohonginnya tidak mengacu pada ayatnya sebetulnya, tapi ayat itu dipakai sebagai alat untuk membohongi. Permasalahannya apakah yang membuat pernyataan itu, kan tidak menyatakan bahwa surat itu bohong kan gitu ya, tetapi menggunakan alat dengan ayat itu. Jadi memakai ayat itu sebagai alat membohongi orang, kan gitu maksud sintaksisnya," ujarnya.
Dalam transkrip yang beredar seputar ucapan Ahok di pulau Seribu tertulis, "Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho (orang-orang tertawa). Itu hak bapak ibu, ya."
Sumber : Situs KBR
Aksi 4 November Lepaskan Gas Air Mata, Wartawan dan Polisi Terluka
Beda Dengan Sikap MUI & FPI, Ini Pesan Sejuk Mbah Maimoen Rembang Soal Geger Ahok
Menurutnya penistaan tidak tergambar dalam kalimat Ahok. Kalimat Ahok menyatakan surat Al Maidah digunakan orang lain untuk mempengaruhi pilihan politik.
"Saya juga menyimak betul apa yang disampaikan bapak gubernur. Saya memahami bahwa konteksnya tidak dalam arti menghina ayat ya," jelas Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar kepada KBR, Selasa (01/11/16).
"Tetapi bagaimana pun juga statement misalnya 'dibohongi oleh surat Al-Maidah' macam-macam - redaksinya persis seperti itu - memang bisa menyakiti telinga orang lain, terutama yang beragama Islam," tambahnya.
Nasaruddin menyerukan kepada umat muslim agar lebih arif menghadapi situasi ini. Kata dia, seharusnya umat muslim tidak terpancing emosinya. Sebab, dalam kasus ini contohnya Ahok, bukanlah orang yang mendalami ayat-ayat Al Quran.
"Dan untuk umat Islam juga ada kehati-hatian juga dalam merespon," katanya.
Selain itu, dia juga mengimbau seluruh politisi untuk tidak menggunakan ayat-ayat kitab suci dalam kegiatan politik. Sebab, hal itu bisa berakibat pada kemarahan.
"Janganlah sering dibawa ke politik," tandasnya lagi.
Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) akan mendatangkan ahli bahasa, agama dan pidana untuk menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur Ahok. Kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Agus Andrianto seusai pemeriksaan Ahok di Bareskrim, Jakarta Pusat, Senin, 24 Oktober lalu, pemeriksaan itu untuk melengkapi keterangan saksi yang sudah diperiksa sebelumnya.
Struktur Kalimat Ahok yang Diperdebatkan
Menurut Peneliti Bahasa, Badan Bahasa Kemendikbud (Ralat: Sebelumnya tertulis Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) Yeyen Maryani, kata dibohongi adalah kalimat yang pasif.
"Jadi dibohongi itu kan kalimat pasif. Sebetulnya ada subjeknya yang dihilangkan. Di dalam konteks sebelumnya itu adalah bapak ibu gitu ya, bapak ibu dibohongin itu sebagai predikatnya pakai surat itu adalah keterangan. Dalam konteks itu berarti yang dimaksudkan dibohongin dengan menggunakan. Jadi itu ayat itu dipakai sebagai alat membohongi bapak ibu yang di dalam konteks sebelumnya itu, gitu," papar Yeyen kepada KBR, Selasa (1/11/2016).
Yeyen menjelaskan dari sisi bahasa harus melihat konteksnya mengacu kemana.
"Jadi dibohonginnya tidak mengacu pada ayatnya sebetulnya, tapi ayat itu dipakai sebagai alat untuk membohongi. Permasalahannya apakah yang membuat pernyataan itu, kan tidak menyatakan bahwa surat itu bohong kan gitu ya, tetapi menggunakan alat dengan ayat itu. Jadi memakai ayat itu sebagai alat membohongi orang, kan gitu maksud sintaksisnya," ujarnya.
Dalam transkrip yang beredar seputar ucapan Ahok di pulau Seribu tertulis, "Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho (orang-orang tertawa). Itu hak bapak ibu, ya."
Sumber : Situs KBR
Aksi 4 November Lepaskan Gas Air Mata, Wartawan dan Polisi Terluka
Beda Dengan Sikap MUI & FPI, Ini Pesan Sejuk Mbah Maimoen Rembang Soal Geger Ahok