-->

ads

PMI, di manapun untuk siapapun sigap tanggap respon bencana

Sunday, June 12, 2016
PMI dalam respon bencana alam
Perjalanan panjang Palang Merah Indonesia (PMI) dalam mengatasi berbagai bencana alam sudah terbukti tangguh, sigap tanggap kapanpun, di manapun dan untuk siapapun. PMI lahir atas dasar kemanusiaan yang beriringan dengan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebelum membahas lebih jauh tentang ketangguhan PMI dalam respon bencana, mari kita lihat berbagai peristiwa tentang adanya organisasi kemanusiaan tertua di NKRI ini. Harapannya agar perjuangan dalam mengelorakan semangat untuk sahkan #RUUKepalangmerahan segera terealisasi sebagai bentuk perlindungan terhadap tugas kemanusiaan.

Sejarah Lahirnya Palang Merah Indonesia
  • 21 Oktober 1873
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan organisasi Palang Merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indiche Rode Kruis (NIRK) yang kemudian namannya menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdelinbg Indie (NERKAI).
  • 1932 dan 1940
Pada 1932 timbul semangat untuk mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) yang dipelopori oleh dr. RCL. Senduk dan Bahder Djohan. Kemudian, proposal pendirian diajukan pada kongres NERKAI (1940), namun ditolak. Pada saat penjajahan Jepang, proposal itu kembali diajukan, namun tetap ditolak.
  • 3 September 1945
Pada 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional untuk menunjukan kepada dunia internasional bahwa keberadaan Negara Indonesia adalah suatu fakta nyata setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
  • 5 September 1945
Pada 5 September 1945, dr. buntaran membentuk Panitia Lima yang terdiri dari dr. R. Mochtar, dr. Bahder Johan, dr. Joehana, Dr. Marjuki dan dr. Sitanala, untuk mempersiapkan pembentukan Palang Merah di Indonesia.
  • 17 September 1945
Tepat pada tanggal 17 September 1945 terbentuklah Pengurus Besar Palang Merah Indonesia (PMI) dengan ketua pertama, Drs. Mohammad Hatta.
  • 16 Januari 1950
Di dalam satu negara hanya ada satu perhimpunan nasional, maka Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan asetnya kepada PMI. Pihak NERKAI diwakili oleh dr. B. Van Trich sedangkan dari PMI diwakili oleh dr. Bahder Djohan. 
  • 1950 dan 1963
PMI terus melakukan pemberian bantuan hingga akhirnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengeluarkan Keppres No. 25 tanggal 16 Januari 1950 dan dikuatkan engan Keppres No. 246 tanggal 29 November 1963. Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan PMI.
Adapun tugas utama PMI berdasarkan Keppres RIS No. 25 tahun 1950 dan Keppres RI No. 246 tahun 1963 adalah untuk memberikan bantuan pertama pada korban bencana alam dan korban perang sesuai dengan isi Konvensi Jenewa 1949.
  • 1950
Secara Internasional, keberadaan PMI diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada 15 Juni 1950. Setelah itu, PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Liga) yang sekarang disebut Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Oktober 1950.
  • Saat ini
Saat ini, PMI telah berdiri di 33 Provinsi, 371 Kabupaten/Kota dan 2.654 Kecamatan (data per-Maret 2010). PMI mempunyai hampir 1,5 juta sukarelawan yang siap melakukan pelayanan



Alm. H. Tutur Priyanto (Pahlawan Kemanusiaan)
Berbagai peristiwa panjang dan pahit tentang perjuangan sukarelawan PMI dalam respon bencana salah satunya terlihat jelas ketika erupsi gunung Merapi tahun 2010 silam. Bencana alam yang menewaskan sukarelawan PMI asal Bantul bernama H. Tutur Priyanto (alm) merupakan salah satu cerminan atau wujud betapa PMI cepat tanggap dan sigap dalam merespon suatu bencana.

H. Tutur Priyanto, relawan TSR PMI Kab. Bantul gugur saat melakukan evakuasi penduduk dusun terdekat dengan puncak ketika erupsi Gunung Merapi 2010. Ia bersama reporter Viva News, Wawan, gagal membujuk Mbah Maridjan untuk turun gunung sehingga dirinya beserta mobil yang saat itu digunakan untuk evakuasi hangus tertelan awan panas.


Beliau dengan semangat kerelawanannya selalu berusaha terdepan dalam berbagai bencana, bahkan dalam setiap kesempatan selalu membisikkan kepada rekan-rekan sukarelawan di kalangan PMI Bantul dengan kalimat "Humanity Hingga Titik Darah Penghabisan".

Offroad Satgana PMI Bantul (Legendaris)
Setahun sebelum tewasnya beliau, Sukarelawan PMI Bantul dengan biaya sendiri meluncur ke Padang dengan menggunakan kendaraan offroad milik almarhum H. Tutur Priyanto pada September 2009. Beberapa relawan asal Bantul sempat singgah di Markas Pusat guna melakukan koordinasi. Gempa Padang dengan kekuatan 7.2 SR menewaskan seribu lebih korban jiwa. Data Satkorlak kala itu menunjukkan korban jiwa mencapai 1.117 orang.

Catatan lain yang menunjukan ketangguhan sukarelawan PMI dalam atasi bencana yaitu ditunjukkan ketika erupsi gunung rokatenda di NTT pada Februari 2013. Relawan PMI yang pernah bertugas kala itu yakni Mas Eko Legok asal PMI Sleman, menuturkan bahwa untuk bertahan hidup dirinya harus mengendapkan air yang telah tercampur debu vulkanik.

Sungguh besar perjuangan dan kini ditengah ketangguhan sukarelawannya dalam merespon berbagai bencana, mereka masih terus berjuang walau belum ada perlindungan hukum yaitu Undang-undang Kepalangmerahan. Semoga melalui postingan ini pihak pemerintah khususnya DPR tergerak hatinya untuk turut serta melindungi perjuangan sukarelawan PMI layaknya slogan dari H. Tutur Prinyanto (Alm) yakni "Humanity hingga titik darah penghabisan" melalui pengesahan RUUKepalangmerahan.

Note : Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog dalam rangka memperingati Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia 8 Mei 2016 Kerjasama antara Palang Merah Indonesiadan Komunitas Tau Dari Blogger.

Sumber :

2 comments for PMI, di manapun untuk siapapun sigap tanggap respon bencana:

  1. yup PMI memangsa sangat dibutuhkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. PMI memang butuh perlindungan Undang-undang Kepalangmerahan

      Delete