Menghangatkan darah sebelum transfusi dengan cara sederhana, dapat menurunkan kualitas darah
Saturday, July 30, 2016
Sebagian besar masyarakat yang belum mengetahui bila melakukan transfusi darah biasanya dihangatkan dengan cara-cara tradisional , seperti menempelkan di bawah ketiak, dengan air hangat, bahkan microwave.
Praktik ini dianggap benar dan masih lazim dilakukan sebagian masyarakat bahkan petugas medis untuk menjaga suhu darah agar tidak dingin. Karena jika mentransfusi darah yang dingin bisa mengakibatkan gangguan irama jantung (latin: Cardiac Arrest). Meskipun suhu dingin darah juga penting dan harus dipertahankan.
Kepala Bidang Rekrutmen dan Pembinaan Donor di Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Pusat dr Sri Hartaty, mengatakan kebiasan ini banyak dipraktikkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat dan petugas medis serta minimnya fasilitas yang ada. Kebiasan ini, katanya, bukan tidak berefek. Jika menghangatkan darah tanpa alat khusus (blood warming), dikhawatirkan akan menurunkan kualitas darah.
“Akan terjadi kontaminasi pada darah karena kantong darah mempunyai pori-pori yang tidak terlihat secara kasat mata,” terang dr Sri Hartaty, usai memberi pelatihan pengelolaan darah bagi teknisi Unit Transfusi Darah (UTD) dan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) Se-Provinsi Aceh, di Banda Aceh, Rabu (27/7).
Bila terkontaminasi bakteri pada darah, tambah Putri—sapaan dr Sri Hartaty--bisa mengakibatkan hemolisis yaitu pecahnya sel darah marah. Sehingga transfusi darah yang dilakukan malah menimbulkan reaksi transfusi bagi pasien, seperti alergi dan menggigil dan muntah.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) ini juga menjelaskan, selain menyinggung alat blood warmer yang belum ada di banyak di rumah sakit, ia juga menyebutkan soal bank darah di rumah sakit. Menurutnya, seharusnya rumah sakit harus memiliki bank darah. Namun, baru rumah sakit besar yang memiliknya.
Bank darah, kata Putri, sebagai pelaksana dan penanggung jawab pemenuhan kebutuhan darah untuk transfusi di rumah sakit, juga sebagai untuk menyimpan darah dan memantau suhu simpan darah. Karena darah yang sudah dikeluarkan dari penyimpanan harus ditransfusi dalam waktu 30-60 menit. Jika tidak kualitas darah akan berkurang.
“Makanya diperlukan bank darah di rumah sakit, supaya darah yang sudah diambil dari penyimpanan di UTD tidak rusak,” jelas Kepala Bidang Rekrutmen dan Pembinaan Donor UTD PMI Pusat asal Aceh itu.
Praktik ini dianggap benar dan masih lazim dilakukan sebagian masyarakat bahkan petugas medis untuk menjaga suhu darah agar tidak dingin. Karena jika mentransfusi darah yang dingin bisa mengakibatkan gangguan irama jantung (latin: Cardiac Arrest). Meskipun suhu dingin darah juga penting dan harus dipertahankan.
Kepala Bidang Rekrutmen dan Pembinaan Donor di Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Pusat dr Sri Hartaty, mengatakan kebiasan ini banyak dipraktikkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat dan petugas medis serta minimnya fasilitas yang ada. Kebiasan ini, katanya, bukan tidak berefek. Jika menghangatkan darah tanpa alat khusus (blood warming), dikhawatirkan akan menurunkan kualitas darah.
“Akan terjadi kontaminasi pada darah karena kantong darah mempunyai pori-pori yang tidak terlihat secara kasat mata,” terang dr Sri Hartaty, usai memberi pelatihan pengelolaan darah bagi teknisi Unit Transfusi Darah (UTD) dan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) Se-Provinsi Aceh, di Banda Aceh, Rabu (27/7).
Bila terkontaminasi bakteri pada darah, tambah Putri—sapaan dr Sri Hartaty--bisa mengakibatkan hemolisis yaitu pecahnya sel darah marah. Sehingga transfusi darah yang dilakukan malah menimbulkan reaksi transfusi bagi pasien, seperti alergi dan menggigil dan muntah.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) ini juga menjelaskan, selain menyinggung alat blood warmer yang belum ada di banyak di rumah sakit, ia juga menyebutkan soal bank darah di rumah sakit. Menurutnya, seharusnya rumah sakit harus memiliki bank darah. Namun, baru rumah sakit besar yang memiliknya.
Bank darah, kata Putri, sebagai pelaksana dan penanggung jawab pemenuhan kebutuhan darah untuk transfusi di rumah sakit, juga sebagai untuk menyimpan darah dan memantau suhu simpan darah. Karena darah yang sudah dikeluarkan dari penyimpanan harus ditransfusi dalam waktu 30-60 menit. Jika tidak kualitas darah akan berkurang.
“Makanya diperlukan bank darah di rumah sakit, supaya darah yang sudah diambil dari penyimpanan di UTD tidak rusak,” jelas Kepala Bidang Rekrutmen dan Pembinaan Donor UTD PMI Pusat asal Aceh itu.