-->

ads

Showing posts with label Sadar Jiwa. Show all posts
Showing posts with label Sadar Jiwa. Show all posts
Hari ini tepatnya sekitar satu jam yang lalu, saya memutuskan untuk mencari teman atau bisa dikatakan  sebagai penduduk local ketika saya sedang melaksanakan tugas sebagai relawan di daerah Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Juli 2006 silam. Kala itu saya bertugas untuk membantu masyarakat Bantul yang kehilangan rumah akibat bencana gempa yang melanda wilayah tersebut. Tugas pokoknya yakni mendata mereka atau siapa saja yang termasuk rentan dan membutuhkan prioritas bantuan. Rentan macam mana yang dimaksud, apakah itu rentan penyakit, rentan sakit atau rentan terhadap goncangan gempa susulan? Ya memang ada beberapa factor yang terkait hal tersebut, yakni bahwa diantara mereka itu terdapat kelompok atau masyarakat mulai dari Lansia, balita, serta ibu hamil dan menyusui. Itulah kategori rentan yang saya maksud, namun dalam kenyataan di lapangan mereka ternyata masih banyak yang tinggal di hunian sementara atau tenda yang tentu saja bisa menyebabkan penyakit akut yang membahayakan kesehatan.

Ketika pendataan terhadap orang rentan ini sudah kita lakukan, kemudian kita bertindak untuk melakukan crosscek akan kebutuhan prioritas yang harus segera dipenuhi agar keselamatan dan kesehatan mereka tidak menjadi parah atau mencegah terjadinya kondisi yang tidak diinginkan. Sebelum kita bertindak lebih jauh, tentunya ada sebuah mekanisme berupa pelatihan yang diselenggarakan oleh panitia alias pemilik program. Dalam hal ini yang memegang kendali adalah IFRC sebagai pemilik program sekaligus control terhadap kegiatan di lapangan yang selanjutnya dilaporkan kepada pihak donor. Donor yang dimaksud di sini adalah Negara-negara yang memberikan bantuan dana guna kegiatan kemanusiaan. Pihak IFRC memilih relawan melalui seleksi yang diadakan di PMI Cabang tempat terjadinya bencana yang selanjutnya akan dididik untuk kegiatan di lapangan. Sebagai pemberi materi adalah stakeholder dari pihak donor itu sendiri beserta tenaga ahli yang diterjunkan guna membantu dan mengontrol kegiatan di lapangan.

Pelatihan yang diadakan waktu itu berlangsung selama empat hari, istilah kerennya para relawan ini dikarantina untuk menerima ilmu guna kelancaran tugas di lapangan. Beberapa metode yang diterapkan yakni penggambaran kondisi rumah serta pertanian, kesehatan masyarakat, gambaran musim dan lain sebagainya. Tujuan awal dari proyek ini sebetulnya membantu warga rentan tersebut agar memiliki hunian sementara yang layak huni agar nyaman dan aman untuk ditempati sebelum musim hujan tiba. Singkat cerita usai pelatihan ini, kemudian kita diterjunkan ke lapangan untuk sosialisasi terlebih dahulu dengan didampingi pihak delegasi serta Pembina lapangan. Sosialisasi awal ditujukan kepada PMI Cabang yang wilayahnya akan dijadikan pilot project (PP), tentunya dengan melibatkan semua stakeholder yang ada. Ketika pihak pemerintah kabupaten dan PMI Cabang menyetujui program ini kemudian kita bertindak untuk sosialisasi program di tingkat kecamatan. Selanjutnya diteruskan ke tingkat keluarahan/desa, RW/dukuh dan RT.

July 25, 2012
"Eling ngger, sing eling ayo do nyebut". Ungkapan di atas seringkali kita dengar manakala terjadi suatu musibah atau bahkan ketika mendapatkan sesuatu namun dengan expresi berlebihan, anak jaman sekarang menyebutnya "lebay". Suatu pemahaman yang diiringi dengan makna agama, dalam artian disuruh mengucap lafaz "Astaghfirullaahal'adzim". Pernah suatu kali teman saya mengalami sakit panas, orang tua mereka menyuruhnya untuk eling, mereke mengucapkan "eling ngger, sing eling. Ayo do nyebut, istighfar". Dalam beberapa kategori mengenai masalah sebut, kita tentunya mendengar berbagai makna dari ini semua. Sebut namaku, sebut kelapa #eh serabut dink#, pagi-pagi banyak sebut #eh kabut#, dan lain sebagainya. Sebagai agama muslim tentunya banyak lafaz yang selalu dinasehatkan oleh kedua orang tua kita untuk selalu dekat dengan sang Pencipta.

Di sebuah tempat yang tidak bisa saya sebutkan namanya, ada rumah "eling" yang dijadikan untuk tempat merenung, serta mencari ilham, atau bahkan menenangkan fikiran. Rumah eling tersebut terletak di atas perbukitan yang banyak satwa liar serta air terjun yang sangat indah. Tidak bisa sembarang orang bisa pergi ke tempat tersebut, karena telah di jaga oleh beberapa mahluk yang wow seram. Makanya kita harus selalu "eling" ketika berada di sana, dengan menjadikan Sang Pencipta sebagai penolong dan satu-satunya sesuatu yang wajib disembah agar kita bisa selalu "eling". Mencengangkan memang kondisi saat ini, ketika anak-anak panas atau seseorang yang sedang dilanda musibah atau bahkan terlanjur happy, mereka disuruh "nyebut", eh malah bilangnya "but, but, nyebut". Jangan salahkan media ketika anak-anak kita jauh dari agama, melainkan peranan orang tualah yang sangat mempengaruhi pendidikan serta akhaq anak-anak kita. Dalam hal ini ibu memegang peranan yang urgen, di mana sejak bayi lahir hingga cukup dewasa, ibu selalu mendampingi anak-anaknya mulai dari belajar berbicara, belajar berjalan, dan lain sebagainya termasuk pendidikan agama. Kualitas wanita atau gadis muda yang berkualitas dari segi akhlaq (agama) serta pendidikan formal memang sangat sulit. Ada yang akhlaqnya bagus tapi pendidikan formalnya rendah, ada yang pendidikan formalnya tinggi tetapi ilmu agamanya kurang sehingga lebih mengedepankan materi ketimbang pendidikan anak.

Ada beberapa pandangan bahwa memiliki istri keluaran pondok itu sangat keren alias "te o pe be ge te". Namun tidak selalu itu benar, pasalnya sebagian besar atau separuhnya gadis keluaran pondok mereka lebih terjun ke dunia agama. Dengan demikian ilmu umum dan dunia pekerjaan, contoh pekerjaan di sawah mereka nol. Saran saya jika ingin mencari istri yang "jebolan pondok", carilah Pondok Modern yang menyajikan pendidikan formal dan wirausaha di samping agama tentunya. Lalu apa manfaatnya jika memilih gadis yang pendidikannya tinggi serta pegawai negeri misalnya tetapi agamanya kurang? Pendidikan formal yang tinggi memang terkadang bisa menunjang pekerjaan yang bagus. Manfaatnya ya tentu saja bisa membantu ekonomi keluarga, meringankan beban pundak suami "gak wajib sih". Negatifnya opo yo? Wanita karir tentu saja lebih memilih untuk menghabiskan waktu mereka lembur atau pulang larut malam dari tempat kerja, ketimbang mengurus anak-anak mereka di rumah. Sehingga bocaeh lebih dekat dengan pembantu ketimbang ibu kandungnya sendiri. Kedekatan dengan sang ibu tentunya sangat berbeda jauh ketimbang dekat dengan pembantu. Kasih sayang ibu kandung tulus murni, sedangkan pembantu hanya melaksanakan kewajiban karena mereka di bayar. Kesimpulan yang bisa sedikit diperoleh adalah carilah gadis yang berilmu dan berakhlaq. Gampang kan? Hemm,,,, tapi banyak yang bilang "itu susah bro, apalagi di jaman modern kayak gini". So, itu tantangan buat kita. Ingat donk pepatah "Laki-laki yang baik hanya untuk gadis baik, dan gadis baik-baik hanya untuk pria yang baik pula". Semangat untuk mencari, salah satunya ya di Kopdar Blogger. Langkah awal untuk mendapatkan emas seperti info di atas ya "Ayo Perbaiki Diri (Akhlaq dan Iman)". Sekian.
January 04, 2012