-->

ads

Konflik Perbatasan Hal Sensitif

Sunday, September 1, 2013
Pulau Perbatasan Daerah Rawan Konflik

Perbatasan antar negara di segala penjuru dunia, memang menjadi suatu hal yang sensitif. Hal ini terjadi karena kedua belah pihak yang bertikai, menginginkan pulau yang sama ibarat pemain bola saling berebut bola. Terkadang dalam perebutan kekuasaan wilayah di perbatasan ini laksana permainan tarik tambang yang lebih condong menggunakan kekuatan otot. Pihak yang lemah dari segi senjata dan militer tentu saja akan kalah dan harus menerima kenyataan pahit bahwa pulau yang diperebutkan menjadi pihak lain.

Konflik perbatasan yang saat ini masih menjadi perbincangan di kancah Internasional khususnya kawasan ASEAN yaitu perebutan tiga pulau di sebelah timur selat Singapura yakni Pedra Branca atau yang biasa disebut masyarakat Malaysia sebagai pulau Batu Puteh, Batuan Tengah dan Karang Selatan. Perundingan pun sudah dilakukan oleh kedua belah pihak hingga menyerahkannya ke Mahkamah Internasional untuk dicarikan solusinya pada tahun 2008. Dalam keputusan yang dihasilkan tersebut yakni menyerahkan Pulau Pedra Branca kepada Singapura, dan kedua pulau lainnya yaitu Karang Selatan dan Batuan Tengah masih belum jelas apakah milik Malaysia atau disengketakan.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Malaysia memang memiliki catatan sejarah yang buruk yakni seringnya membuat konflik perbatasan. Apabila mengkaji mengenai daerah perbatasan khususnya di Kalimantan, Malaysia secara diam-diam sudah merampok banyak sekali wilayah kehutanan Indonesia untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Tentu pemerintah bertanggungjawab akan penyerobotan hutan ini, lantaran kurangnya kewaspadaan dan pengamanan ketat di daerah perbatasan.

Konflik lain yang pernah dilakukan oleh Malaysia yakni dengan Thailand terkait kepemilikan bukit Ko Losin Islet, Malaysia dengan Brunei Darussalam mengenai pulau Limbang juga antara Malaysia dengan Fillipina terkait pulau Spartly. Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, memang Malaysia negara yang paling ngotot akan klaim mengenai perbatasan wilayah. Kandungan dan kekayaan alam tentu menjadi dasar dari konflik yang terjadi khususnya Sipadan dan Ligitan. Rupanya hal ini mendorong rasa kerakusan mereka untuk menguasai berbagai pulau yang berbatasan dengan negara lainnya tanpa melihat bukti sejarah secara nyata.

Lantas mengenai pertikaian tersebut yakni pertikaian tiga pulau di pintu masuk selat Singapura, seharusnya masyarakat Malaysia legowo untuk menerima keputusan Mahkamah Internasional tahun 2008. Keputusan tersebut menjelaskan bahwa pulau Pedra Branca diserahkan ke Singapura, tentu saja secara tidak langsung Pulau Batuan Tengah dan Karang Selatan menjadi milik Malaysia. Seharusnya konflik yang terjadi mulai tahun 1979 itu sudah mereda, namun kembali lagi ke sifat dasar manusia yakni kerakusan bahwa masyarakat Malaysia tidak merelakan Pedra Branca diambil Singapura.

Menuju Komunitas Asean 2015 nanti, ke-10 Negara di Kawasan ASEAN merupakan satu kesatuan komunitas yang memiliki satu visi dan misi untuk mengembangkan perekonomian maupun kerjasama di berbagai bidang. Kita bukan lagi pesaing melainkan mitra yang harus bersatu padu dalam wadah komunitas Asean Economy Community 2015. Harapan saya tentu saja saat terbentuknya nanti #AEC2015, seluruh konflik eksternal mengenai perbatasan di berbagai negara Kawasan ASEAN sudah tidak ada lagi. Kalau pun masih saja terjadi perebutan wilayah, diharapkan perundingan yang dilakukan benar-benar dihormati dengan patokan dari Sejarah wilayah, adat budaya di wilayah konflik dan memanfaatkan Zona Economy Exlusif (ZEE) sebagai alat penyelesaian masalah perbatasan.


masukan kode disini


1 comments on Konflik Perbatasan Hal Sensitif

  1. Semoga semua Βΐşα berpikir dewasa dan bijak menyelesaikan masalah perbatasan wilayah ιηι .

    ReplyDelete