-->

ads

Memahami Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta

Sunday, May 19, 2013
 Gerbang Utama Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

Merupakan suatu pengalaman pertama bertamu langsung ke Keraton Kasunanan Surakarta bersama para blogger Asean di Solo hari minggu tanggal 12 mei 2013. Perasaan gembira tentu saja menyelimuti hati dan pikiran kami, betapa beruntungnya kami yang bisa hadir dalam Asean Blogger Festival Indonesia (ABFI) ini.

Perjalanan kami awali dengan menaiki kereta api uap yang melaju dari Stasiun Purwosari hingga ke Stasiun Solo Kota dan manuver menuju Galabo. Dari Galabo ini kami sengaja jalan kaki menuju kampung batik Kauman dan menyusuri jalanan melewati pasar Klewer yang terkenal dengan batik murah berkualitas hingga di Gerbang Keraton Kasunanan Surakarta.

Ada sekitar 12 orang yang sudah sampai di area depan Keraton Kasunanan Surakarta ini, sedangkan yang lainnya masih menikmati agenda car free day termasuk juga mereka yang sedang belanja dan naik kereta api uap.

Rupanya selang beberapa menit kemudian vice president Asean Blogger chapter Indonesia mas Amril sudah hadir di gerbang depan keraton. Namun saat kami ingin memasuki areal keraton melalui gerbang depan ini, para abdi dalem yang mengenakan batik lengan panjang meminta surat ijin dari keraton sebagai tanda masuk.

Bukan maksud mereka mempersulit para blogger ini, tetapi merupakan sebuah peraturan yang sejak lama digunakan oleh pihak keraton. Akhirnya abdi dalem tersebut menyarankan kepada kami melalui perwakilan guna meminta surat ijin dari keraton tersebut.

Mas Amril yang kebetulan saat itu bersama kami, langsung menelpon ke panitia lokal yakni panitia dari kawan Bengawan.org tentang masalah ini. Akhirnya setelah dilakukan musyawarah oleh pihak terkait yakni panitia dan pihak keraton, para blogger Asean ini diperkenankan masuk.

Lega rasanya sudah bisa memasuki areal Keraton Kasunanan Surakarta ini, dan menjadi perhatian pula bagi kami khususnya saya pribadi bahwa memasuki keraton itu nggak sembarangan.. Harus paham etika dan sopan santun, akhirnya koordinasi pun harus benar-benar dikomunnikasikan agar hal ini tidak terulang kembali.


Unggah-Ungguh dalam Keraton Kasunanan Surakarta
Bertamu ke dalam Keraton itu ternyata jauh berbeda dengan kita silaturahmi ke tempat saudara atau pun pejabat. Keraton Kasunanan Surakarta ini memiliki peraturan khusus yakni bahwa setiap laki-laki maupun perempuan yang ingin bertamu ke Keraton harus mengenakan sepatu atau nyeker. Sedangkan bagi wanita harus memakai jarit, kebaya, rok atau hanya sekedar selendang yang lingkarkan di badan.
Bila dikaji lebih dalam apa yang diminta atau lebih tepatnya syarat masuk ke dalam keraton ini merupakan bentuk budaya yang berusaha memanusiakan manusia untuk kembali kepada kodratnya. Contoh saja dengan kita disarankan nyeker merupakan pertanda bahwa kita itu harus selalu menyatu dengan bumi, bukan merusaknya. Memakai sepatu merupakan perlambang bahwa kita harus selalu berpenampilan rapih dan sopan.
Sedangkan bagi kaum perempuan yang bercelana panjang disarankan memakai rok atau mengenakan selendang yang dilingkarkan ke badan, itu merupakan bentuk ajakan kepada kaum perempuan agar kembali kepada kodratnya bahwa perempuan hendaknya memang berpakaian demikian sebagai pembeda antara laki-laki dan perempuan.
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

 Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

Melewati pintu demi pintu setinggi lima meter lebih akhirnya kami tertuju sudah di areal utama Keraton Kasunanan Hadiningrat. Sembari berfoto-foto di halaman keraton, kami sempatkan melihat-lihat berbagai benda pusaka maupun patung-patung yang terpajang di berbagai sudut.

Suatu pengalaman yang sangat berharga hingga kami syukuri bahwa ini merupakan kesempatan langka. Kesempatan yang jarang kami dapatkan mengingat bila sengaja ingin mengunjungi Keraton belum tentu ada niat, lagipula tanpa pemandu juga nggak bakalan sampai.

Menapaki pasir menuju aula penutupan ABFI

Menapaki pasir-pasir merapi yang bertebaran di halaman keraton tersebut, kami langsung merapat ke dalam sebuah ruangan yang entah diberi nama apa karena lupa tidak mencatat. Sembari menunggu peserta Asean Blogger berkumpul semua, kami dihibur dengan alunan musik keroncong dan gamelan dari dalam ruangan ini.

 Mas Novi sedang membacakan sambutan upacara penutupan ABFI 2013

Akhirnya penantian pun berakhir saat pembawa acara memulai upacara penutupan ini, yang diawali dengan sambutan oleh ketua panitia ABFI yakni mas Novianto Puji Raharjo. Setelah itu Kanjeng Ratu Kasunanan Surakarta memaparkan tentang sejarah keraton ini kepada ratusan blogger di ruangan tersebut. Berbagai penjelasan kami simak dengan khidmat dan penuh antusias.

Kanjeng Ratu sedang membacakan sejarah Keraton


Mengenai Keraton Kasunanan Surakarta itu sendiri merupakan tempat tinggal raja beserta keluarga besarnya. Keraton ini memiliki nama resmi yakni Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan merupakan cikal bakal lahirnya Kota Solo.

Sunan Paku Buwana II

Pembangunan keraton ini dimulai pada tahun 1745 oleh Sunan Paku Buwana II dan merupakan pengganti keraton di Kartasura yang hancur karena peristiwa Geger Pacinan tiga tahun sebelumnya. Keraton ini bukan hanya sebagai simbol kekuasaan, tetapi juga merupakan tempat tinggal yang terdiri dari berbagai bangunan laksana sebuah kompleks.

Bangunan dalam komplek keraton yang saat ini kita lihat, pembangunannya tidak berlangsung dalam satu periode melainkan berjangka hingga terselesaikan saat kepemimpinan Paku Buwana X yang berkuasa tahun 1893-1939. Arsitektural bangunan keraton ini kental dengan gaya eropa yakni dominan warna putih dan biru mengingat masa itu terdapat keterlibatan pihak pemerintah kolonial Belanda.

Kompleks keraton ini terdiri dari berbagai bangunan yang meliputi Alun-alun Lor, Alun-alun Kidul, Sasana Sumewa, Sitihinggil Lor, Sitihinggil Kidul, Kamandungan Lor, Kamandungan Kidul, Sri Manganti Lor, Sri Manganti Kidul, Kedhaton dan Magangan. Kompleks ini dikelilingi bangunan tembok setinggi lima meter dengan ketebalan lima meter dan berfungsi sebagai benteng pertahanan.

Halaman istana keraton ini memiliki sebuah bangunan bernama Panggung Sanggabuwono, dan memiliki sejarah misterius lantaran ceritanya merupakan tempat bertemunya raja dengan penguasa laut selatan yaitu Nyi Roro Kidul.
Kini Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat diresmikan menjadi cagar budaya yang dilindungi pemerintah dan merupakan objek kunjungan wisata budaya. Selain itu terdapat pula warisan budaya lain seperti upacara adat (Grebeg, Sekaten dan Malam Satu Suro), tarian sakral dan benda-benda pusaka.

Kegiatan upacara adat seperti yang saya jabarkan di atas diresmikan oleh Pemerintah Kota Surakarta sebagai kalender tahunan. Demikian berbagai kalimat mengenai penjabaran tentang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, semoga menambah wawasan para pembaca.

5 comments for Memahami Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta:

  1. Cewek bergaun ungu disebelah GKR Koes Moertiyah itu siapa yaa? Ayu tenan.. :P *lospokus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha kenapa nda kenalan tho mas kemaren itu? Sekarang ya entah di mana dia, hihihi....

      Delete
  2. Wah beruntung sekali yg bisa masuk keraton Surakarta. Bikin ngiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah banyak berkah bisa silaturahmi dan bertamu ke dalam Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

      Delete
  3. Lomba blog ASEAN Bloggernya belum ada pengumuman ya? Makasih sudah bw ke blogku ya bang. :)

    ReplyDelete